Lasminingrat berhasil menyekolahkan anak-anak pribumi Indonesia dan mengenalkan mereka pada budaya internasional.
Ia pun terus menerjemahkan buku-buku ke dalam bahasa Sunda, termasuk Warnasari jilid 1 dan 2, yang terkenal luas di seluruh Indonesia.
Lasminingrat menikah dengan Raden Adipati Aria Wiratanudatar VII, yang merupakan Bupati Garut. Setelah berkeluarga, Lasminingrat menghentikan aktivitas kepengarangannya dan fokus pada bidang pendidikan untuk kaum perempuan.
Pada tahun 1907, Lasminingrat mendirikan Sekolah Keutamaan Istri (Sakola Kautamaan Istri) di Garut. Tepat tiga tahun setelah Raden Dewi Sartika mendirikan Sekolah Istri (Sakola Istri) di Bandung.
Sekolah Keutamaan Istri memiliki konsep terbuka dan banyak mengajarkan tentang pemberdayaan perempuan, membaca, serta menulis. Selain itu, keterampilan dasar lainnya pun diajarkan di sekolah ini, seperti menjahit, menyulam, merenda, membatik, merajut, dan kerajinan tangan lainnya.
Sekolah ini diakui oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1911 dan berkembang hingga memiliki 200 siswa dalam lima kelas.
Seiring berjalannya waktu, sekolah ini terus berkembang. Bahkan pada tahun 1934, diperluas hingga ke kota-kota lain, seperti Garut Wetan, Cikajang, dan Bayongbong.
Lasminingrat meninggal pada 10 April 1948 dalam usia 94 tahun, ia kemudian dikebumikan tepat di belakang Masjid Agung Garut. Cita-cita dan perjuangannya mewujudkan pendidikan untuk kaum perempuan diteruskan oleh kerabatnya.
Terima kasih Lasminingrat yang telah mendedikasikan hidupnya untuk pemberdayaan perempuan Indonesia dan menjadi pelopor pendidikan perempuan.