Istana Cipanas Cianjur, Dulunya Merupakan Tempat Peristirahatan Petinggi Kolonial

- 23 Desember 2020, 19:55 WIB
Istana Cipanas Cianjur yang berdiri tahun 1740 mulanya merupakan tempat tetirah petinggi kolonial Belanda.
Istana Cipanas Cianjur yang berdiri tahun 1740 mulanya merupakan tempat tetirah petinggi kolonial Belanda. /kebudayaan.kemdikbud.go.id

Cianjurpedia.com - Istana Cipanas Cianjur terletak di kaki Gunung Gede yang berhawa sejuk. Di sekitarnya, terdapat pemandian air panas, sumber air mineral, serta udara pegunungan yang bersih.

Tidak mengherankan jika tempat ini dikenal sebagai lokasi tetirah, terutama bagi para petinggi negeri dari zaman kolonial hingga sekarang.

Istana Cipanas bermula dari sebuah bangunan yang didirikan pada 1740 oleh tuan tanah Belanda bernama Van Heots pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Gustav W Baron Van Imhof.

Baca Juga: Antartika Terinfeksi, Tidak Ada Tempat Di Dunia yang Aman dari Virus Corona

Pembangunan dilakukan setelah ditemukannya daya tarik sumber air panas di lokasi tersebut. Sejak saat itu, gedung bergaya campuran Eropa dan tropis itu difungsikan sebagai tempat peristirahatan dan persinggahan.

Akan tetapi, manfaat air panas di sana mengundang banyak orang untuk datang. Gedung pun beralih fungsi menjadi gedung kesehatan, digunakan untuk pengobatan anggota militer kolonial yang memanfaatkan air panas dengan kandungan belerang.

Baca Juga: Sandiaga Uno akan Didiskusikan OK OCE di Jajaran Kemenparekraf

Saat itu, gedung kesehatan dapat menampung sekira 30 anggota militer. Selain itu, ada pula para pekerja yang ditempatkan di kebun apel, kebun bunga, penggilingan padi, serta pengurus sapi, biri-biri, dan kuda.

Karena kondisi alamnya yang indah serta hawa dan udaranya yang bersih, bangunan yang kelak menjadi istana kepresidenan itu sempat dijadikan tempat peristirahatan para Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Thomas Stanford Raffles (1811-1816) dan Leonard de Bus de Gisignies (1826-1830) senang mandi air belerang untuk melepas lelah. Kondisi tersebut membuat pemerintah kolonial membangun tiga bangunan tambahan. Ketiganya kini dikenal dengan nama Pavilion Yudistira, Pavilion Bima, dan Pavilion Arjuna.

Baca Juga: Hyu Bin 'Crash Landing on You' Sudah Ganteng, Kaya Terus Dermawan

Pada 1954, Presiden Soekarno memerintahkan dua orang arsitek, RM Soedarsono dan F Silaban, membuat desain sebuah bangunan mungil di lereng gunung, masih dalam lingkungan Istana.

Sekeliling tembok bangunan serta pelataran depan dan samping bangunan berhiaskan batu-batu sehingga menyerupai bentol. Bangunan yang mirip dengan jamur itu pun kini dikenal dengan nama gedung bentol. Di sana, Soekarno kerap mencari inspirasi untuk penulisan pidato.

Baca Juga: Antisipasi Cuaca Ekstrim Pendakian Gunung Gede Pangrango Ditutup

Kini, terdapat enam pavilion di sekitar gedung induk, tepatnya di halaman belakang istana. Di setiap pavilion terdapat ruang tamu, ruang tidur, ruang rias, dan ruang makan. Dinding-dindingnya berhiaskan aneka lukisan karya pelukis dalam dan luar negeri.

Baca Juga: Pasar Cikapundung , Surganya Barang Elektronik, Seni dan Antik di Kota Bandung

Hampir seluruh konstruksi bangunan induk dari lantai hingga atap dibangun dari bahan kayu jati. Elemen besi cor juga dipakai sebagai penguat dan ragam hias bangunan. Dalam perkembangannya, beberapa lantai dan dinding direnovasi dengan bahan batu dan batako.***

Editor: Sutrisno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x