"Biasanya ada irisan dengan pihak angkot. Kalau sudah terkena irisan pelayanan BRT, mereka jadi mati karena kualitas layanan BRT tentu ada di atas angkot. Sehingga angkot itu harus berubah, apakah dia di-reroutering atau digabung jadi feeder-nya BRT," jelas Koswara.
Supir dan pengelola transportasi angkot dinilai masih terdampak oleh kondisi sekarang, di mana pendapatan harian mereka menurun.
Namun, Koswara melanjutkan bahwa kondisi tersebut bukan menjadi penghalang.
Pihaknya tengah mengkaji skema BRT agar dapat memberikan dampak positif dan kesempatan bagi pihak angkot untuk memberikan pelayanan yang lebih baik lagi.
"Kalau mereka bisa dilibatkan secara bagus di program ini, mereka pasti akan menerima. Angkot bisa kita imbau untuk ganti jadi bus 3/4 juga. Jika mereka ikut dengan skemanya, para pengusaha angkot bisa menyediakan bus 3/4-nya, nanti akan dibayarkan melalui sistem BTS," tuturnya.
Program BRT ini, menurut Koswara, harus dimanfaatkan secara optimal, mengingat maslahat yang besar karena dapat mengembalikan kembali penggunaan angkutan massal secara masif oleh masyarakat.
Untuk itu, Pemkot Bandung terus menggalakkan program ini agar dapat diimplementasikan secara efektif dengan mencari jalan tengah demi kebaikan masyarakat dan pelaku usaha angkot.
"Kota Bandung sudah mencoba menyiapkan skema ini pada satu rute angkot. Konsep angkot yang beralih ke trayek feeder sudah diujicobakan di Gunung Batu," ungkap Koswara.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bandung, Yana Mulyana merespons rencana penerapan program BRT di Kota Bandung.