Suhu Udara Lebih Dingin Dari Biasanya, Apa Itu Fenomena Bediding? 

16 Juli 2021, 09:42 WIB
Ilustrasi suhu udara yang dingin. BMKG jelaskan fenomena bediding di Jawa-Bali. /Pexels

 

Cianjurpedia.com - Sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa-Bali, suhu udara terasa lebih dingin dari biasanya.

Beredarnya berita yang mengaitkan hal tersebut dengan "fenomena aphelion" pun banyak menimbulkan pertanyaan di masyarakat. 

Berdasarkan pernyataan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), melalui akun media sosial Instagramnya mengatakan, fenomena suhu udara dingin merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli - September).

Kondisi tersebut, menurut BMKG, disebut dengan fenomena bediding. Hal itu terjadi karena saat ini wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara menuju periode puncak musim kemarau, dimana pada periode ini ditandai oleh pergerakan angin bertiup dominan dari arah Timur yang berasal dari Benua Australia.

Baca Juga: Film Black Widow Raup 200 Juta Dolar AS Dalam Sepekan

"Pada bulan Juli ini wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia (dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia)," tulis akun @infobmkg, Jumat 16 Juli 2021.

Lebih lanjut, dituliskan bahwa angin monsun Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut yang relatif lebih dingin. 

Sehingga, mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin. 

Berkurangnya awan dan hujan di Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT terlihat cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir juga disertai oleh berkurangnya kandungan uap air di atmosfer. 

Secara fisis uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas. Sehingga, rendahnya kandungan uap di atmosfer ini menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer.

Baca Juga: OPPO Indonesia Segera Boyong Reno6 5G dan Reno6 Pro 5G

Sementara, lanjut mereka, energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan bumi tidak signifikan.

"Hal inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau relatif lebih rendah dibandingkan saat musim hujan atau peralihan," demikian dijelaskan.

Selain itu kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.

Bahkan, beberapa tempat di Dieng dan dataran tinggi lainnya, berpotensi terjadi embun es yang dikira salju oleh sebagian orang. 

Tips menghadapi fenomena bediding di masa pandemi Covid-19, menurut BMKG adalah perlunya upaya ekstra dalam menjaga daya tahan tubuh. 

"Konsumsi makanan bergizi dan istirahat yang cukup. Hindari aktivitas yang berlebihan dan membuat lelah," demikian dijelaskan.***

Editor: Mayang Ayu Lestari

Sumber: BMKG

Tags

Terkini

Terpopuler