Masjid Besar Ujungberung, Masjid Terbesar Pertama di Bandung Timur

- 21 Desember 2020, 16:30 WIB
Masjid Besar Ujungberung Bandung
Masjid Besar Ujungberung Bandung /Google Street View 2019

 

Cianjurpedia.com - Masjid Besar Ujungberung merupakan salah satu pusat kegiatan keislaman yang namanya cukup tersohor di Kota Bandung layaknya Masjid Pusdai, Masjid Istiqamah, Masjid Ukhuwah, Masjid Salman, dan Masjid Cipaganti. 

Akan tetapi, tak banyak yang tahu bahwa masjid tersebut memiliki sejarah yang cukup panjang dan namanya telah dikenal sejak zaman HIndia Belanda, sekitar tahun 1800-an. Meski bangunannya telah melalui banyak perombakan dan tak ada lagi bekas bangunan lamanya, namun masjid ini menyisakan sejarahnya yang masih dilestarikan masyarakat Ujungberung. 

Masjid yang dibuat pada awal tahun 1800-an, dengan ukuran awal 7x9 meter di atas tanah kamasjidan seluas 80x117 meter atau 9.360 m2 ini memiliki pengaruh yang cukup besar dalam siar agama Islam, khususnya di daerah Bandung Timur. Pasalnya, kala itu, di kawasan Bandung Timur seperti Cileunyi-Cicadas, masjid besar yang pertama ada adalah Masjid Besar Ujungberung. 

Sebelum bernama Masjid Besar Ujungberung, masjid ini bernama An-Nur, yang dalam bahasa Arab berarti cahaya. Berdasarkan sejarahnya, silsilah tanah masjid ini sangat pelik karena tanahnya telah disengketakan sejak dulu. Beberapa pihak memaparkan tentang silsilah pendiri masjid tersebut diawali dengan seseorang yang bernama R. Mukisan, yang diyakini sebagai Penghulu Pertama Ujungberung. 

Baca Juga: Kolam Renang Tirtalega, Salah Satu Kolam Renang Tempo Dulu di Kota Bandung yang Masih Bertahan

Setelah selesai pembuatan Jalan Raya Pos, atas izin Bupati Bandung, R. Mukisan pada awal tahun 1810 mendirikan sebuah masjid di atas tanah sendiri yang jaraknya hanya sekitar 30 meter dari rumahnya. Bangunan masjid pada waktu itu baru berukuran 7x9 meter bertiang kayu dengan atap welit dan dinding bambu.

Lain lagi ceritanya dengan surat wasiat R.H. Muhammad Hamdjah (92 tahun), tertanggal 26 November 1957. Dimana dalam surat tersebut, dia memaparkan tentang kabar dari ayahnya (Muhammad Aspia) yang menjelaskan bahwa masjid tersebut dibangun oleh ayahnya tahun 1870 di atas tanah hakkulah (tanah negara). 

Saat itu, R. Muh. Aspia menjabat sebagai naib pertama Masjid Ujungberung. Pada waktu menerima cerita ayahnya, R.H. Muh. Hamdjah berusia 10 tahun. Setelah dewasa dia bekerja di Kaum Ujungberung pada awalnya sebagai marbot, khotib, juru tulis zakat, hingga ditunjuk menjadi khalifah dari tahun 1896 hingga 1921.

Halaman:

Editor: Sutrisno


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x