Kiprah Pasukan Indonesia di Belakang Blue Helmets PBB

- 1 Januari 2021, 01:07 WIB
Perempuan TNI dalam  Pasukan Perdamaian PBB
Perempuan TNI dalam Pasukan Perdamaian PBB /istimewa

Cianjurpedia.com - Indonesia telah berpartisipasi dalam misi penjaga perdamaian PBB sejak 1957 dan tetap berkomitmen untuk berkontribusi pada upaya organisasi tersebut untuk menjaga perdamaian di bagian dunia yang dilanda konflik.

Pada akhir Desember 2020, Indonesia menyelesaikan masa jabatan dua tahun sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), yang membuatnya dua kali menjabat sebagai presiden Dewan.

Keanggotaan Indonesia di PBB berfokus pada peran Blue Helmets dalam membantu menjaga perdamaian dunia.

 “Keikutsertaan Indonesia dalam misi perdamaian PBB merupakan pelaksanaan amanat ayat keempat Pembukaan UUD 1945 untuk menciptakan ketertiban dunia dan merupakan bagian integral dari politik luar negeri dan diplomasi,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi suatu kali.

Baca Juga: PBB Hapus Ganja dari Daftar Narkoba Paling Berbahaya

Saat ini jumlah personel Indonesia yang bertugas di berbagai operasi perdamaian adalah 2.847 orang, termasuk 159 perempuan (berdasarkan data per 30 April 2020). Jumlah ini menempatkan Indonesia di urutan ke-8 dari 124 Negara Kontribusi Pasukan / Polisi (T / PCC).

Personil Kontingen Garuda dan Pasukan telah ditugaskan untuk sembilan operasi penjaga perdamaian PBB: UNIFIL (Lebanon), UNAMID (Darfur, Sudan), MINUSCA (Republik Afrika Tengah), MONUSCO (Republik Demokratik Kongo), MINUSMA (Mali), MINURSO (Barat Sahara), UNMISS (Sudan Selatan), UNISFA (Abyei, Sudan), dan UNMHA (Yaman).

Pada 2019, Indonesia menargetkan mengirimkan hingga empat ribu personel untuk berbagai misi PBB, namun tahun ini fokusnya tidak lagi pada kuantitas, melainkan kualitas personel.

Selain itu, jumlah pasukan penjaga perdamaian secara global juga telah berkurang karena kesulitan pendanaan di PBB, menurut Grata Endah Werdaningtyas, direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri.

Selama masa keanggotaan tidak tetap DK PBB 2019-2020, Indonesia menjabat sebagai presiden pada Mei 2019 dan Agustus 2020. Tema untuk tugas pertama adalah ‘Berinvestasi dalam Perdamaian’ dan yang kedua ‘Memajukan Perdamaian Berkelanjutan’.

Di bawah Kepresidenan Indonesia, pertemuan DK PBB pada 28 Agustus 2020 juga mengesahkan resolusi DK PBB tentang perpanjangan mandat pasukan penjaga perdamaian di Lebanon (UNIFIL) dan resolusi misi PBB di Somalia (UNSOM).

Berbicara pada ‘Debat Terbuka DK PBB tentang Berinvestasi dalam Perdamaian: Meningkatkan Keamanan dan Kinerja Penjaga Perdamaian PBB’ pada 7 Mei 2019, Menteri Marsudi mengatakan bahwa selama beberapa dekade, Blue Helmets telah menjadi model kemitraan global yang berbeda, kepemimpinan kolektif, dan berbagi tanggung jawab untuk perdamaian. Namun, dengan realitas politik dan keamanan baru saat ini, tantangan yang dihadapi penjaga perdamaian PBB sangat besar.

Dalam debat tersebut, dia juga mencari peran yang lebih besar bagi perempuan dalam misi penjaga perdamaian, dengan mengatakan Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan peran perempuan penjaga perdamaian. Dan di luar penjaga perdamaian perempuan, Indonesia bertekad untuk terus meningkatkan peran perempuan sebagai agen perdamaian, kata menteri.

“Berinvestasi pada perempuan, sama dengan berinvestasi dalam perdamaian. Perempuan penjaga perdamaian lebih efektif dalam memenangkan hati dan pikiran penduduk lokal. (Dan dalam) Memberikan penghiburan bagi mereka yang mengalami trauma konflik,” katanya.

Baca Juga: PBB Prihatin Atas Ketegangan Antara Negara Muslim Dan Prancis Akibat Karikatur Satir Nabi Muhammad S

Ada bukti kuat bahwa partisipasi perempuan dalam proses perdamaian meningkatkan kemungkinan perdamaian berkelanjutan sebesar 20 persen, dan berkontribusi pada perdamaian yang lebih tahan lama dan lebih tangguh, tambahnya.

Faktanya, Indonesia mendirikan Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia (IPSC), yang diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Sentul, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada 19 Desember 2011. Fasilitas IPSC seluas 240 hektar termasuk pusat melatih dan mempersiapkan personel militer untuk berpartisipasi dalam misi penjaga perdamaian PBB.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa pelatihan akan menyelamatkan nyawa karena penjaga perdamaian PBB ditempatkan di lingkungan yang semakin kompleks dan seringkali bermusuhan.

“Pelatihan dapat mempersiapkan mereka untuk tugas-tugas penting menjaga perdamaian dan meningkatkan kinerja mereka. Dan seperti yang kita ketahui, meningkatkan kinerja dapat mengurangi jumlah kematian,” kata Guterres.

Selain itu, pandemi COVID-19 membuat tugas pasukan penjaga perdamaian PBB semakin kompleks karena mereka juga membantu menangani pandemi. Beberapa penjaga perdamaian bahkan telah tertular virus tersebut saat bertugas.

Presidensi DK PBB Indonesia ditandai dengan diadopsinya Resolusi 2538 (2020) tentang personel perempuan dalam misi penjaga perdamaian PBB berdasarkan konsensus pada 28 Agustus 2020.

“Resolusi 2538 (2020) merupakan resolusi pertama dalam sejarah diplomasi Indonesia di DK PBB. Ini juga merupakan kontribusi Indonesia untuk meningkatkan peran perempuan sebagai agen perdamaian, khususnya dalam misi perdamaian PBB, ”kata Retno Marsudi.

Resolusi ini merupakan terobosan penting karena merupakan resolusi pertama yang diadopsi oleh DK PBB yang secara khusus membahas peran perempuan sebagai penjaga perdamaian dunia. Juga tidak umum jika seluruh Dewan Keamanan menjadi sponsor bersama sebuah resolusi. Resolusi tersebut diprakarsai oleh Indonesia dan disponsori bersama oleh 97 negara anggota, termasuk semua anggota DK PBB.

Dukungan luar biasa dari negara-negara anggota PBB bersumber dari konsistensi Indonesia dalam mempromosikan diplomasi perdamaian dan memajukan peran perempuan dalam proses perdamaian sejak awal menjadi anggota DK PBB pada 2019.

“Dukungan terhadap inisiatif ini tidak terlepas dari diplomasi, kredibilitas, dan rekam jejak Indonesia dalam berbagai misi perdamaian PBB, termasuk personel perempuan Indonesia,” kata Marsudi.

Saat ini jumlah personel UN peacekeepers perempuan telah mencapai 5.327 atau 6,4 persen dari total pasukan yang terdiri dari 82.245 personel. PBB telah menetapkan target untuk meningkatkan proporsi pengamat dan staf militer wanita yang dikerahkan dengan misi penjaga perdamaian menjadi 15 persen dan personel polisi wanita menjadi 20 persen pada tahun 2020.

Pasukan penjaga perdamaian perempuan Indonesia telah diakui perannya dalam mendekatkan diri dengan masyarakat lokal di daerah konflik, dan terutama dalam melindungi perempuan dan anak.

Indonesia merupakan salah satu penyumbang terbesar personel penjaga perdamaian perempuan, dengan 158 personel bertugas di tujuh misi PBB, yakni Lebanon, Republik Demokratik Kongo, Republik Afrika Tengah, Sudan Selatan, Darfur, Mali, dan Sahara Barat. Sejak 1999, Indonesia telah mengirimkan lebih dari 570 personel wanita ke berbagai misi penjaga perdamaian PBB.***

 

Editor: Cecep Mahmud

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x