“Ketika aku melihatmu untuk pertama kali hatiku bergetar,” demikian kata Srihana alias Soekarno yang terpesona dengan kecantikan Hartini.
Wartawan kawakan Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil: Petite Histoire Indonesia jilid 5, Hartini adalah kenalan Panglima Divisi Diponegoro Kolonel Gatot Subroto. Gatotlah yang memperkenalkan Hartini kepada Soekarno.
Akhirnya Soekarno memutuskan menikahi Hartini, dan melangsungkan pernikahan secara sederhana dan tertutup di Istana Cipanas 7 Juli 1953.
Hartini yang berpredikat sebagai istri Bung Karno tidak serta merta dapat menggantikan posisi Fatmawati.
Fatmawati tetap melekat dihati Bung Karno meskipun Fatmawati memilih minggat dari istana.
Ketetapan demikian memang telah menjadi janji Soekarno terhadap anak-anaknya bahwa tidak ada permaisuri di Istana Negara yang dapat menggantikan ibu kandung mereka.
Hartini menetap di Paviliun di Istana Bogor sedangkan Fatmawati tetap bermukim di Jakarta. Tujuan dari hal ini agar terlihat adil.
Tiap Jumat siang hingga Senin pagi menjadi kunjungan rutin Soekarno menemui Hartini, bila ada kunjungan negara keluar negeri Soekarno akan pergi sendirian tanpa istri yang mendampingi.
Namun kecaman datang dari aktivis perempuan seperti organisasi persatuan istri tentara (Persit), Kongres Wanita Indonesia (Kowani), dan Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari).