Sejarah Rumah Sakit Paru Dr. H. A Rotinsulu Bandung

- 18 Desember 2020, 14:10 WIB
Rumah Sakit Paru Dr. H. A Rotinsulu Bandung
Rumah Sakit Paru Dr. H. A Rotinsulu Bandung /Laman web rsparurotinsulu.org/

 

 

 

Cianjurpedia.com - Di Indonesia, tak banyak rumah sakit khusus yang menangani penyakit paru-paru. Salah satunya ada di Kota Bandung, yakni Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu. Dahulu rumah sakit ini bernama Sanatorium Solsana-Cipaganti, yang khusus merawat para penderita tuberkulosis paru atau lebih dikenal TBC. 

Sanatorium Solsana didirikan dan diresmikan pada tahun 1935 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Kompleks sanatorium ini terdiri dari tiga gedung, yaitu gedung Solsana, gedung Sabiena dan Sanatorium. Konon, penamaan gedung Solsana dan Sabiena ini diambil dari nama-nama perawat Belanda. Kedua gedung ini terletak di Jalan Ciumbuleuit dekat dengan mulut Jalan Bukit Jarian. Sementara Sanatorium terletak di pertengahan Jalan Bukit Jarian.

Pada zaman Belanda, kawasan Ciumbuleuit merupakan suatu perkebunan teh, sedangkan bangunan Solsana dan Sabiena dulunya merupakan tempat peristirahatan pemilik kebun serta tentara-tentara Belanda.

Baca Juga: Rumah Sakit Umum Bungsu Bandung Berawal dari Klinik Beatrix pada 1938

Setelah Belanda kalah dan pulang ke negerinya, tempat ini digunakan untuk pasien-pasien umum pindahan dari RS. Rancabadak (sekarang RSUP Hasan Sadikin), sebaliknya RS Rancabadak digunakan untuk merawat tentara-tentara Indonesia.

Kemudian, pada tahun 1945-1955 rumah sakit ini mulai merawat penderita penyakit paru-paru, khususnya tuberkulosis, hingga sembuh dan rata-rata seorang penderita dirawat selama 3 tahun. Rumah sakit yang saat itu dipimpin oleh dr. Wisnujudo, selain merawat penderita juga melaksanakan tindakan pembedahan (bedah paru dll).

Dalam kurun waktu 1955-1965, terjadi beberapa kali pergantian pimpinan Rumah Sakit, yaitu pada tahun 1956 Rumah Sakit dipimpin oleh dr. Tong Siang Beng, pada tahun 1959 diganti oleh dr. Tan Tjeng Tjoe dan selanjutnya sejak tahun 1963 dipimpin oleh dr. Hendrik Alexander Rotinsulu.

Sekarang gedung Solsana dan Sabiena tak lagi digunakan oleh rumah sakit paru, yang dipakai hanya gedung Sanatorium, karena pada tahun 1965 gedung tersebut mengalami pengalihan kepemilikan dan fungsi. Gedung Sabiena diminta pemiliknya (perseorangan) untuk dijual. 

Sementara gedung Solsana dihibahkan pemiliknya kepada misi Katolik untuk digunakan sebagai sarana pendidikan. Kini, gedung Solsana menjadi bagian dari salah satu bangunan Universitas Parahyangan. Selain berganti kepemilikan, rumah sakit ini juga beberapa kali berganti nama.

Baca Juga: Gedung Landmark Bandung, Dulu dan Sekarang Memberikan Manfaat Bagi Banyak Orang

Pasca kemerdekaan, nama rumah sakit diganti menjadi Sanatorium Solsana-Cipaganti. Lalu, pada dekade 1970-1980, rumah sakit ini pernah berganti nama menjadi Rumah Sakit Paru Cipaganti, lalu Rumah Sakit Tuberkulosa Paru-paru Cipaganti. Terakhir, penggantian nama dilakukan pada tahun 2004 menjadi Rumah Sakit Dr. H. A. Rotinsulu, sebagai bentuk penghormatan kepada sang dokter spesialis yang juga pernah menjabat sebagai direktur pada periode 1963-1975.

Perubahan tak hanya terjadi dalam penamaan. Rumah sakit paru ini pun berkembang dalam pelayanan. Sejak tahun 1985, RS Paru Rotinsulu tidak dikhususkan bagi penderita tuberkulosis saja, tetapi juga penyakit paru secara keseluruhan. Penerapan berbagai teknologi dilakukan dalam pengobatan penyakit paru. 

Untuk penyakit tuberkulosis saja, tak lagi diperlukan pengobatan dalam waktu tiga tahun seperti pengobatan pada awal merawat penderita tuberkulosis. Kini pengobatan bisa dilakukan selama tiga bulan untuk rawat inap intensif dan enam bulan untuk berobat jalan. Tak berhenti disitu saja, RS Paru Rotinsulu pun telah menorehkan sejarah pada beberapa tahun terakhir, yakni dipercaya sebagai rumah sakit rujukan dalam upaya penanganan masalah flu burung.***

Editor: Sutrisno


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x