Geologi Bandung, Museum Tentang Aspek Kebumian Satu-satunya di Indonesia

- 20 Desember 2020, 15:10 WIB
Museum Geologi Bandung
Museum Geologi Bandung /Google Street View

 

Cianjurpedia.com - Museum Geologi merupakan museum yang menyediakan berbagai informasi mengenai aspek kebumian dan satu-satunya yang ada di Indonesia. Bahkan dapat dikatakan yang terlengkap di kawasan Asia Tenggara. 

Sejarah Museum Geologi berkaitan erat dengan sejarah penyelidikan geologi dan tambang di Indonesia yang telah dimulai sejak pertengahan abad ke-17. Untuk mewadahi penyelidikan tersebut, pemerintah Belanda membentuk suatu lembaga bernama Dienst van het Mijnwezen pada tahun 1850. 

Pada tahun 1922 lembaga ini berubah nama menjadi Dienst van den Mijnbouw. Dalam perkembangannya, lembaga tersebut memerlukan tempat menyimpan hasil penganalisaan dan penyelidikan. Maka dibangunlah gedung untuk lembaga tersebut yang terletak di Rembrandt Straat Bandung (kini Jalan Diponegoro).

Baca Juga: Kolam Renang Tirtalega, Salah Satu Kolam Renang Tempo Dulu di Kota Bandung yang Masih Bertahan

Pada pertengahan tahun 1928, gedung lembaga ini mulai dibangun, kemudian diresmikan pada 16 Mei 1929. Bangunan ini dirancang dengan gaya Art Deco oleh Ir. Menalda van Schouvburg, seorang arsitek berkebangsaan Belanda, bertepatan dengan pembukaan Kongres Ilmu Pengetahuan Pasifik ke-IV yang diselenggarakan di Institut Teknologi Bandung (ITB). 

Pembangunan gedung ini menghabiskan dana sekitar 400 gulden, juga mengerahkan tiga ratus pekerja. Gedung pun difungsikan sebagai perkantoran yang dilengkapi dengan sarana laboratorium geologi dan museum untuk menyimpan dan memperagakan hasil survei geologi. Gedung ini pun diberi nama Geologisch Laboratorium, kemudian lebih dikenal sebagai Geologisch Museum.

Berbagai koleksi yang berhasil disusun oleh para ahli geologi semakin berkembang, baik berupa fosil maupun batuan, melalui kegiatan survei maupun sumbangan dan tukar menukar dengan pihak luar negeri. 

Puncaknya, pada tahun 1934-1935 para ahli berhasil melakukan rekonstruksi fosil vertebrata seperti Stegodon trigonocephalus, Rhinoceros sondaicus, Bubalus palaeokerabau, dan Hippopotamus sivalensis, kemudian melengkapi koleksi peragaan di Museum Geologi. Museum Geologi pun tak lepas dari dinamika sejarah dunia. 

Saat perang dunia ke-2, sekitar tahun 1941, perkembangan museum terkena dampak langsung. Gedung tersebut dijadikan markas angkatan udara pemerintah kolonial Belanda. Akibatnya, berbagai koleksi dan peragaan dipindahkan ke Gedung Pensioen Fonds (kini Gedung Dwiwarna) dan tak sedikit dari koleksi tersebut rusak bahkan hilang.

Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, Museum Geologi difungsikan kembali dengan nama yang berbeda, yakni “Kogyoo Zimusho”, kemudian berganti menjadi “Chishitsu Chosasho”. Sayangnya, pengelolaan museum kurang mendapat perhatian, bahkan terkesan diabaikan. Keadaan seperti ini masih berlangsung selama perang kemerdekaan. 

Baca Juga: Kisah Dibalik Nama Jalan Asep Berlian Kota Bandung

Usai kemerdekaan Republik Indonesia, Museum Geologi  mulai menggeliat. Tepatnya pada 22 Februari 1952, saat museum ini dikelola Djawatan Pertambangan Republik Indonesia, penataan dimulai kembali. Namun, penataan secara menyeluruh baru dilaksanakan pada tahun 1998, melalui kerjasama pemerintah Indonesia dengan Jepang. Museum pun sempat ditutup hingga Juli 2000 dan pembukaan kembali Museum Geologi seperti sekarang dilakukan secara resmi pada Agustus 2000 oleh Megawati Soekarnoputri, wakil Presiden RI saat itu.**

Editor: Sutrisno


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x