Christiaan Eijkman Peraih Nobel Fisiologi berkat Penemuan Vitamin B1 dalam Kulit Beras

- 20 Desember 2020, 10:25 WIB
Christiaan Eijkman.
Christiaan Eijkman. /world-medicinehistory.com

 

 

Cianjurpedia.com - Di Indonesia, tepatnya di sebelah barat Rumah Sakit Dokter Cipto Mangunkusumo (RSCM) terdapat sebuah lembaga penelitian pemerintah yang bergerak di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran. Lembaga tersebut bernama Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Nama lembaga yang bernaung di bawah Kementrian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi ini ternyata diambil dari dokter asal Belanda bernama Christiaan Eijkman. Peraih nobel kedokteran yang melakukan penelitian mengenai penyakit beri-beri ini merupakan direktur pertama lembaga yang mulanya bernama Research Laboratory for Pathology and Bacteriology.

Dikutip dari laman resmi Nobel Prize, Christiaan Eijkman lahir pada 11 Agustus 1858 di Nijkerk, Belanda (Gelderland atau The Netherlands) dan meninggal pada 5 November 1930 di Utrecht, Belanda.

Baca Juga: Al-Jazari, Ilmuwan Muslim Ahli Robotika dan Mekanik

Christiaan Eijkman adalah anak dari seorang guru. Ia memiliki seorang kakak bernama Frederik Eijkman yang dikenal sebagai ahli kimia. Saat ayahnya naik jabatan menjadi kepala sekolah, ia memboyong keluarganya pindah ke Kota Zaandam.

Di kota inilah Christiaan Eijkman kecil menempuh pendidikan dasar hingga menengah. Pada 1875, Christiaan Eijkman diterima menjadi mahasiswa di Sekolah Kedokteran Militer Universitas Amsterdam. Lalu, ia menerima gelar dokter dari University of Amsterdam pada 1883 dan menjabat sebagai petugas medis di Hindia Belanda (1883-1885).

Pada tahun 1880-an penyakit beri-beri menjadi endemi di daerah jajahan Belanda. Enam tahun kemudian Belanda memutuskan untuk mendirikan sebuah lembaga penelitian di Batavia (sekarang Jakarta). Christiaan Eijkman yang sedang dalam keadaan sakit malaria memutuskan untuk bergabung dengan lembaga tersebut.

Ia bekerja dengan Robert Koch di Berlin pada penelitian bakteriologi dan kembali ke Jawa pada 1886. Diilhami oleh penelitian Robert Koch, penemu bakteri tuberkulosis (TBC), Christiaan Eijkman berkeinginan besar untuk menemukan bakteri penyebab beri-beri dan kalau beruntung, sekaligus dengan obatnya.

Lalu, pada 15 Januari 1888 Christiaan Eijkman diangkat sebagai direktur pertama di lembaga penelitian tersebut sekaligus menjadi direktur Sekolah Dokter Djawa (Sekolah Kedokteran Jawa) yang kemudian sekarang menjadi Universitas Indonesia. Christiaan Eijkman bertugas di sana sampai dengan 4 Maret 1986.

Baca Juga: Adolf Dassler, Tokoh Penemu Sepatu Sepak Bola

Saat menjadi ditektur lembaga riset, Christian Eijkman melakukan penelitian pada ayam-ayam peliharaan laboratoriumnya yang tiba-tiba terserang penyakit yang dalam banyak hal sangat mirip dengan gejala polineuritis pada manusia.

Pada 1897, Christiaan Eijkmaan berhasil menunjukkan bahwa kondisi tersebut disebabkan makanan unggas yang menggunakan beras giling bersih. Sementara, ketika ayam-ayamnya diberi pakan dari beras giling kasar yang masih tersisa kulit arinya, ia tak menemukan kasus polineuritis.

Fakta tersebut membawa Christiaan Eijkmaan pada kesimpulan bahwa ada semacam racun dalam beras yang menjadi penyebab beri-beri dan zat penawarnya teradapat pada kuilt ari atau sekam padi itu sendiri.

Selama penelitian tersebut, Christiaan Eijkman menemukan kulit ari beras di Indonesia ternyata mengandung vitamin B1. Penelitiannya bersama Frederick Gowland Hopkins, Christiaan Eijkman berhasil memenangkan Nobel Fisiologi atau Kedokteran tahun 1929.

Baca Juga: Bandara Soekarno Hatta Siapkan 3 Alternatif Pelayanan Rapid Test

Christiaan Eijkman dianugerahi Nobel karena ia orang pertama yang menunjukkan adanya zat dalam kulit beras yang kemudian diberi nama vitamin B1. Ia juga dianugerahi Nobel karena cara penelitiannya yang baru dan metodenya untuk mengontrol penyakit yang disebabkan kekurangan vitamin.***

 

Editor: Sutrisno


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x