Kualitas Terakhir Udara di Wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya, Masih Dalam Kategori Tidak Sehat

- 25 Juni 2022, 10:56 WIB
Ilustrasi kualitas udara. Kualitas Terakhir Udara di Wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya, Masih Dalam Kategori Tidak Sehat
Ilustrasi kualitas udara. Kualitas Terakhir Udara di Wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya, Masih Dalam Kategori Tidak Sehat /Pixabay/Porfirica
  • Kategori Baik, rentang nilai 0 - 15 µg/m3. 
  • Kategori Sedang, rentang nilai 16 - 65 µg/m3. 
  • Kategori Tidak Sehat, rentang nilai 66 - 150 µg/m3. 
  • Kategori Sangat Tidak Sehat, rentang nilai 151 - 250 µg/m3. 
  • Kategori Berbahaya, rentang nilai lebih dari 250 µg/m3. 

Sebelumnya, berdasarkan PP RI No 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, nilai baku mutu udara ambien untuk PM2.5 dalam waktu pengukuran 24 jam sebesar 65 µg/m3.

Kemudian, diperketat dengan PP RI No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, nilai baku mutu udara ambien PM2.5 selama 24 jam yaitu menjadi sebesar 55 µg/m3.

Hasil pantauan konsentrasi PM2.5 di BMKG Kemayoran Jakarta menunjukkan bahwa sepanjang bulan Juni 2022 ini konsentrasi rata-rata PM2.5 berada pada level 49.07 µg/m3, masih dalam Kategori Sedang. 

Konsentrasi PM2.5 memperlihatkan pola diurnal yang mengindikasikan perbedaan pola antara siang dan malam hari. Yang mana, pada waktu dini hari hingga pagi hari cenderung mengalami peningkatan, kemudian menurun di siang hingga sore hari. 

Tingginya konsentrasi PM2.5, dapat terlihat saat kondisi udara di Jakarta secara kasat mata terlihat cukup pekat atau gelap. 

Seperti disampaikan dalam Siaran Pers BMKG tanggal 17 Juni 2022 silam, beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi PM2.5 tetap memberikan kontribusi pada penurunan kualitas udara di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Faktor-faktor tersebut antara lain:

Baca Juga: Berikut Jalan Arah Jakarta International Stadium yang Akan Ditutup Saat Puncak HUT ke 495 DKI Jakarta

  1. Dipengaruhi oleh berbagai sumber emisi, baik yang berasal dari sumber lokal seperti transportasi dan residensial, maupun dari sumber regional dari kawasan industri di sekitar Jakarta. 
  2. Pola angin yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Angin yang membawa PM2.5 dari sumber emisi dapat bergerak menuju lokasi lain sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi PM2.5.
  3. Pada beberapa hari terakhir, tingginya kelembaban udara relatif menyebabkan peningkatan proses adsorpsi, yang dalam istilah teknisnya merujuk pada perubahan wujud dari gas menjadi partikel.
  4. Kelembaban udara yang relatif tinggi, dapat menyebabkan munculnya lapisan inversi yang menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain, dan mengakibatkan akumulasi konsentrasi partikulat yang terukur di alat monitoring.

Selain beberapa faktor yang telah diuraikan di atas, penyebab lain dari memburuknya kualitas udara adalah adanya stagnasi pergerakan udara yang menyebabkan polutan udara yang telah terakumulasi di wilayah DKI Jakarta tidak beranjak, dan berimbas pada kondisi yang cenderung bertahan lama. 

Kondisi stagnasi udara ditandai oleh kecepatan angin rendah yang tidak hanya berimbas pada akumulasi PM2.5, tetapi juga dapat memicu produksi polutan sekunder udara lain, yang dapat diindikasikan dari adanya penurunan jarak pandang.

Masyarakat diimbau untuk menggunakan pelindung diri seperti masker yang sesuai untuk dapat mengurangi tingkat paparan terhadap polutan udara di luar ruangan.

Halaman:

Editor: Mayang Ayu Lestari

Sumber: BMKG


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x