Nyai pada saat itu dianggap sebagai perempuan yang tidak memiliki norma kesusilaan karena statusnya sebagai wanita simpanan.
Statusnya sebagai seorang Nyai telah membuatnya sangat menderita, karena ia tidak memiliki hak asasi manusia yang sepantasnya.
Tetapi, yang menariknya adalah Nyai Ontosoroh sadar akan keadaan tersebut sehingga dia berusaha keras dengan terus-menerus belajar, agar dapat diakui diakui sebagai seorang manusia.
Nyai Ontosoroh berpendapat, untuk melawan penghinaan, kebodohan, kemiskinan, dan sebagainya hanyalah dengan belajar
Sementara, Minke adalah salah satu anak pribumi yang sekolah di HBS. Pada masa itu, yang dapat masuk ke sekolah HBS adalah orang-orang keturunan Eropa.
Ia adalah seorang pribumi yang pandai, dia sangat pandai menulis. Tulisannya berhasil membuat orang sampai kagum dan dimuat di berbagai Surat khabar Belanda pada saat itu.
Sebagai seorang pribumi, dia kurang disukai oleh siswa-siswi Eropa lainnya. Minke digambarkan sebagai seorang revolusioner di buku ini.
Dia berani melawan ketidakadilan yang terjadi pada bangsanya. Dia juga berani memberontak terhadap kebudayaan Jawa, yang membuatnya selalu di bawah.***