Pada Natal Tahun Ini, Gereja Santo Albanus Bandung Berusia 102 Tahun

- 16 Desember 2020, 16:05 WIB
Gereja Santo Albanus Bandung
Gereja Santo Albanus Bandung /https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/

 

Cianjurpedia.com - Penanda bertuliskan “25 December 1918” di pilar depan bangunan memberitahukan bahwa Gereja Santo Albanus dibangun pada tanggal tersebut, bertepatan dengan hari raya natal. Hal itulah yang menjadi keunikan gereja yang terletak di seberang Gelanggang Olah Raga (GOR) Saparua, salah satu lapangan olahraga tertua di Bandung. 

Tanggal ataupun tahun pembangunan memang sering dicantumkan tepat di depan bangunan-bangunan kolonial Belanda. Hal tersebut membuatnya terlihat unik dan menjadi ciri khas dari bangunan-bangunan peninggalan Hindia Belanda.

Tak hanya tanggal pembuatan bangunannya saja yang menjadikan Gereja Santo Albanus unik, tetapi juga nilai seni arsitektur yang ada pada bangunannya. Bangunan cagar budaya berarsitektur Neo Klasik khas kolonial ini merupakan rancangan biro arsitek Algemeen Nederlandsch Indisch Architen en Ingenieurs Kantoor (atau dikenal dengan AIA)

Baca Juga: Sejarah GOR Pajajaran Bandung, Tempat Lahir Para Atlet Tangguh

Biro umum sipil dan arsitektur tersebut didirikan pada 1916 di Batavia. AIA merupakan biro umum jasa konstruksi dan arsitek yang cukup ternama pada masa pemerintahan Hindia-Belanda.

Gaya arsitektur bangunan Gereja di bilangan Jalan Banda itu terinspirasi dari bangunan gaya yunani kuno. Garis-garis yang membentuk bangunan Santo Albanus terlihat tegas. Bentuk bangunan gereja simetris di kedua sisinya. 

Bagian depan gereja yang berbatasan dengan ruang jemaat di bagian tengah, terdiri dari tiga ruangan. Ruangan depan di sayap kanan maupun kiri bangunan memiliki luas yang sama besar. Masing-masing ruangan itu dihiasi dengan empat buah jendela berbentuk persegi-persegi panjang yang memanjang ke atas, berjajar rapi. 

Di atas masing-masing jendela tersebut terdapat jendela-jendela kecil, sehingga membentuk konfigurasi simetris yang unik. Ciri-ciri arsitektur Neo klasik lainnya dapat terlihat di pintu depan bangunan, yaitu terdapat empat buah kolom yang mengapit tiga buah pintu kayu. 

Dari bagian depan, dinding bagian atas bangunan berbentuk segitiga sama kaki. Tulisan “S. ALBANUS” dan “GEREDJA KHATOLIK BEBAS” di dinding tersebut  mempertegas identitas bangunan gereja.

Baca Juga: Hotel Preanger, Salah Satu Hotel Tertua di Bandung Sebagai Saksi Bisu Sejarah

Dikutip dari web komunitas Aleut, berdasarkan penelusuran, gereja ini termasuk dalam jaringan Gereja Katolik Bebas/ The Liberal Catholic Church (LCC) yang didirikan oleh J. I. Wedgwood tahun 1904. Ia adalah mantan uskup Anglikan (Inggris) yang kemudian bergabung dengan gerakan teosofi, yang lebih condong kepada ilmu kebatinan dan okultisme.

Di bagian depan gedung Gereja Santo Albanus ini sempat terpasang sebuah spanduk dengan frasa “Nedherlandse Taal Cursus”. Frasa yang dalam bahasa Indonesia berarti Kursus Bahasa Belanda itu menunjukan bahwa fungsi utama bangunan gereja pada zaman kolonial tersebut sudah dialihkan. 

Gedung tersebut memang tak lagi sepenuhnya berisi para pastor dan biarawati. Saat dijadikan tempat kursus bahasa Belanda, ruangan depannya dipenuhi oleh deretan lemari yang berisi buku-buku berbahasa Belanda. Ruangan pun dipenuhi dengan kursi-kursi modern yang berjejer rapi lengkap dengan papan tulisnya.

Meski sudah dialihfungsikan sebagai tempat kursus bahasa Belanda, aktivitas gereja saat itu masih tetap berjalan, namun terbatas di ruangan bagian belakang saja. Sayangnya, gedung tersebut sekarang sudah kosong dan tak lagi digunakan. Bagian halamannya kini kerap dijadikan tempat alternatif parkir mobil.

Baca Juga: Gereja Bethel, Gereja Protestan Tertua di Kota Bandung

Gereja Santo Albanus ditetapkan menjadi salah satu bangunan cagar budaya Kota Bandung berdasarkan Perda Kota Bandung No. 19 Tahun 2009. Bangunan tersebut masuk ke dalam kategori Bangunan Cagar Budaya Kelas/Golongan A.***

Editor: Sutrisno


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x