Prosesi yang juga dikenal dengan nama Topo Bisu Lampah Mubeng Benteng ini, merupakan tradisi tahunan yang dilakukan dengan mengelilingi area di sekitar Keraton Yogyakarta tanpa berbicara sepatah katapun.
Tradisi menyambut malam satu suro ini sudah dilaksanakan secara turun-temurun sejak masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono II, sebagai bentuk renungan dan introspeksi diri. Selain dilarang berbicara, para peserta tirakat juga dilarang minum dan merokok.
Suasana hening selama prosesi merupakan simbol evaluasi sekaligus keprihatinan, terhadap segala perilaku yang telah dilakukan selama setahun terakhir.***