Hukum Menjual Kulit Hewan Qurban Saat Idul Adha Boleh Asal Memenuhi Syarat Berikut

- 19 Juli 2021, 21:28 WIB
Ilustrasi Hukum Menjual Kulit Hewan Qurban Saat Idul Adha
Ilustrasi Hukum Menjual Kulit Hewan Qurban Saat Idul Adha /Pexels

 

Cianjurpedia.com – Qurban merupakan bagian dari salah satu ibadah nusuk yaitu ibadah dalam bentuk sembelihan yang terikat dengan protokol syariat termasuk hadyu dan aqiqah.

Pedoman syariah Qurban memiliki beberapa fadilah yang berkenaan dengan dimensi Aqidah, Ibadah dan Mua’amalah.

Ketiga dimensi syariat Qurban sebagai umat Muslim untuk dipahami  dan dikelola secara proprosional karena karena selain berdampak kepada tauhid dan syahnya ibadah qurban juga untuk meminimalisir kebingungan umat ditemukan permasalahan di lapangan.

Permasalahan tersebut termasuk saat pengelolaan hewan Qurban terutama pada masalah jual beli kulit karena hal ini masing sering terjadi di masyarakat.

Baca Juga: MUI : Shalat Idul Adha Saat PPKM Darurat Bisa, Berikut Tata Caranya

Berdasarkan landasan aspek Mu’amalah hukum menjual kulit Qurban seperti tercantum dalam Al-Quran surat Al-Hajj ayat 28 dan ayat 36.

“Aspek Mu’amalah yang tercantum ayat ke-36 terutama ungkapan firman Allah yang berbunyi “Faquluu minha wa’atimu qani’a walmu’taro, seperti dikutip Cianjurpedia.com dari saluran YouTube Kajian Dialog Islam TV bersama KH. Amin Muchtar pada Selasa, 28 Juni 2021.

Dari ayat ini kita dapat mendapatkan gambaran siapa yang menjadi mustahik Qurban , yakni pertama Qurbani ( orang yang berQurban) dan kedua non Qurbani.

Pada ayat mustahiq Qurban  yang akan diinformasikan bukan status sosialnya melainkan sifat karakternya yaitu ada mustahik yang alqonil yaitu mustahiq yang tidak berkenaan dengan status sosial bisa miskin atau kaya.

Baca Juga: Ribuan Jamaah Haji Kenakan Masker di Arafah, Berdoa Agar Pandemi Covid-19 Segera Berakhir

Sementara dalam surat Al-Hajj ayat 28 menginformasikan lebih kepada aspek ekonominya yaitu miskin dan fakir, namun penyebutan kedua kata itu tidak berarti pengkhususan mustahik Qurban hanya untuk orang miskin dan fakir.

Selanjutnya kebijakan tentang membagi daging Qurban menurut sabda Nabi yang ditentukan pada tahun ke-3 Hijrah ada tiga ragam:

  • “Makanlah (daging Qurban itu), bagikanlah, dan simpanlah (sebagian yang lain)” termasuk dibuat dengdeng, abon dan dikornet semuanya hak yang berkurban.
  • “Makanlah, sedekakanlah dan pergunakan kulitnya”
  • “Makanlah, simpanlah, dan sedekahkanlah.”

Kalimat yang terkandung diatas (Kullu atau Makanlah ,Iddakhiru atau simpanlah dan Ath’imuu atau bagikanlah) sejak awal ditujukan untuk orang berkurban (Qurbani) jadi non Qurbani (yang tidak berQurban) dan panitia Qurban, kecuali panitia tersebut diberi mandat oleh orang yang berQurban berlaku ketentuan diatas.

Baca Juga: Sambut Hari Raya Iduladha 1442 H, Menag Yaqut Ajak Masyarakat Takbir Akbar Virtual Untuk Meriahkannya

Jadi porsi mustahiq Qurban , Allah dan Rasul-Nya menetapkan syariat pada Qurbani ada tiga yakni Kullu (makanlah), Iddakhiru (simpanlah) dan Ath’imuu (Bagikanlah).

Kemudian panduan untuk pemanfaatan kulit hewan Qurban, Rasulullah menetapkan aturan tambahan yang tercantum dalam HR. Ahmad yang berbunyi; “Dan janganlah menjual daging hadyu atau Qurban, maka makanlah sedekahkanlah, pergunakanlah kulitnya, dan janganlah menjual.”

Kesimpulannya, hewan qurban baik bagian daging, tulang, kulit dan lain sebagiannya tidak boleh dijual larangan bagi Qurbani atau orang yang berQurban sesuai ketetapan syariat Qurban.

Jika non Qurbani (orang yang tidak berQurban) mendapatkan jatah melaui ath’imuu atau tashaddaquu.

Baca Juga: Episode ‘My Ugly Duckling’ Kim Jong Kook Ungkap Ciuman Pertamanya: Terjadi Saat Main Jungkat-jungkit

Karena telah beralih status menjadi hak milik seseorang non Qurbani, maka kewenangan sepenuhnya ada pada pemiliknya, terserah mereka apakah mau dimakan, dihadiankan lagi, dibuat kornet, atau dimanfaatkan kepada pihak lain, termasuk dijual karena sudah bukan qurban atau disebut akad Mu’amalah.

Mengenai permasalah kulit hewan Qurban setelah alih status menjadi status hak milik (sudah dibagikan) maka bebas dari keterikatan untuk diberikan, dimakan, atau dijual.

Selanjutnya ketentuan diatas berlaku pula bagi panitia yang mendapat mandat dari Qurbani, dimana panitia dilarang menjual bagian dari hewan qurban, termasuk kulit, yang bukan haknya tanpa alih status hak milik mustahiq.

Sementara itu,  bagaimana kulit Qurban diberikan untuk keperluan masjid hukum tidak boleh. Berdasarkan keterangan-keterangan baik Al-Quran maupun hadist bahwa daging Qurban dan lainnya diperuntukkan bagi perorangan bukan untuk lembaga.

Baca Juga: Para Peneliti Temukan 14 Orang Keturunan Seniman Leonardo Da Vinci

Jadi memberikan bagian kulit untuk masjid atau lembaga harus jelas untuk siapa kulit tersebut diberikan contoh untuk pengurusnya itu boleh.***

 

 

 

Editor: Nugraha Ramdhani

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x