Pernah Disandera, Polwan Cantik Ini Ungkap Pengalaman Bertugas di Afrika

12 Januari 2021, 20:38 WIB
Briptu Ima kala bertugas di Bangui, Afrika Tengah /ntscpolri

Cianjurpedia.com – Polwan cantik ini mempunyai nama lengkap Hikma Nur Syafa Atun. Namun orang-orang biasa memanggilnya Ima. Polwan Satlantas Polres Bantul Yogyakarta berpangkat Briptu ini bertugas sebagai FPU atau Formed Police Unit di Bangui, Afrika Tengah sejak pertengahan 2019.

Beragam unggahannya saat bertugas sebagai FPU di Perserikatan Bangsa-Bangsa mencuri perhatian khalayak. Tak sekadar parasnya yang elok, tetapi juga kedekatannya dengan masyarakat khususnya anak-anak di Bangui Afrika Tengah. Bertugas selama satu tahun tiga bulan menjadi pengalaman tak pernah terlupakan baginya.

Dia pun menceritakan beragam kisahnya kala bertugas di daerah konflik. Termasuk saat disandera oleh kelompok bersenjata Bangui. Melalui negosiasi a lot dan melelahkan, akhirnya Briptu Ima dan anggota tim lain dilepaskan oleh para penyandera.

Baca Juga: Gegara Konser Dangdut, Wakil Ketua DPRD Kota Tegal Dihukum Enam Bulan Penjara

“Serangan senjata penembakan memang banyak dan sering terjadi. Masyarakat (Bangui) memang umum membawa senjata, tetapi sekarang sudah mulai diatur oleh UN. Memang berisiko dan muncul ancaman, tetapi tidak sampai melukai,” tutur Ima.

Kendati punya kenangan buruk, Ima mengaku Bangui adalah negara yang indah. Terlepas dari konflik, warga khususnya anak-anak sangat dekat dengan pasukan FPU asal Indonesia.

Menjadi pasukan pertama yang terjun ke Bangui tidak lah mudah. Ima bersama 139 personel FPU lainnya harus babat gurun. Lantaran lokasi markas komando awalnya hanyalah hamparan pasir. Belum ada bangunan, apalagi markas komando bagi FPU PBB.

“Daerah yang kami tempati belum ada pasukan perdamaian sebelumnya. Kami tim pertama yang datang. Tentu tidak mudah untuk melakukan pendekatan kepada warga,” kenangnya.

Baca Juga: Black Box Sriwijaya Air SJY 182 Ditemukan di Sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang

Jangan bayangkan bangunan dengan ranjang yang nyaman. Untuk mengistirahatkan tubuh, Briptu Ima harus tidur dalam sebuah tenda karena camp tempatnya bertugas masih baru.

Delapan jam berjaga sudah menjadi santapan rutin buatnya. Tak lupa rompi anti peluru, helm baja, dan senjata laras panjang tak pernah lepas dari tubuh. Bukan untuk menakuti-nakuti, tetapi perlengkapan itu standar selama bertugas.

“Suara tembakan sudah terdengar biasa. Kalau di jalan-jalan bisa lihat warga menenteng AK-47. Ditambah lagi saat ini sedang ada pemilu di Bangui. Setiap kandidat itu punya pendukung pasukan bersenjata sendiri,” tuturnya.

Briptu Ima mengaku sedih atas kondisi di Bangui. Untuk sebuah wilayah berdaulat, tetapi tidak aman dan nyaman ditinggali.

Baca Juga: Hari ini 15 Juta Dosis Vaksin Sinovac dari China Tiba di Indonesia

Ditambah lagi banyak anak kecil di kawasan tersebut. Sebagian anak kecil inilah yang terlihat dalam unggahan akun sosial media miliknya.

Hanya saja, dia tidak bisa langsung memberikan makanan. Ini karena aturan tersebut telah terpatri selama bertugas.

“Masih serba kekurangan, terutama makanan dan minuman. Anak-anak kalau dikasih permen atau biskuit senang banget, sebenarnya dari UN memang melarang, tetapi kami enggak tegel (tega). Akhirnya berbagi makanan,” kata Polwan kelahiran Bantul, Yogyakarta pada 1 Agustus 1994  ini.

Ima menceritakan perjalanan proses seleksi FPU. Berawal dari pengumuman pendaftaran di akhir 2017, lalu dia mendaftar Januari 2018 dan diterima Februari 2018.

Selanjutnya April mulai menjalani pelatihan. Tes berlangsung secara ketat dan bertahap layaknya pendaftaran awal personel Polri. Setelah proses yang cukup panjang, akhirnya bungsu dua bersaudara ini berangkat Juli 2018.

Baca Juga: Besok Rabu, Live Streaming Presiden Jokowi Jalani Vaksinasi Perdana Covid-19  

Tak sendiri, Ima turut menjadi bagian dari 14 Polwan yang lolos sebagai FPU PBB. Sementara untuk Jogjakarta, selain Ima adapula AKP Leonisa.

“Masih harus sekolah bahasa Prancis. Kurang lebih satu tahun belajar di IFI Jogja terus lanjut lagi di IFI Jakarta. Masih ditambah pelatihan internal dari kepolisian,” ujarnya.

Interaksi demi interaksi dengan warga lokal berlangsung intens. Bahkan kedekatan emosional telah terjalin antara Briptu Ima dengan warga sekitar camp. Walau rawan konflik, Briptu Ima menilai warga setempat sangat lah ramah.

Kesempatan ini dia gunakan untuk berkomunikasi. Termasuk mengenalkan Indonesia kepada warga, khususnya anak-anak. Sambutan hangat selalu dia terima selama berkomunikasi. Kuncinya adalah mengedepankan kearifan lokal Indoneisa, senyum, sapa, dan salam.

“Pulang kemarin, kebetulan camp dan bandara dekat, anak-anak menangis begitu tahu kami akan pulang. (Pasukan) Indonesia dikenal baik banget, terkenal loyal dan ramah. Masih komunikasi sampai sekarang, sudah menyimpan nomor WhatsApp,” tutupnya.***

 

Editor: Cecep Mahmud

Sumber: NTMC Polri

Tags

Terkini

Terpopuler